Sebuah
masjid kuno tak seberapa luas tetap berdiri tegak di tengah-tengah
bangunan arsitektur modern di dalam kompleks pesantren. Kondisinya masih
asri, kuat dan utuh. Suasana umum pesantren yang bersahaja melingkupi
kompleks seluas 3.400 meter persegi tersebut. Tak banyak yang tahu, dari
pesantren ini telah lahir sejumlah tokoh besar.
Lokasi
itu adalah Pondok Pesantren Jamsaren yang berada di Jalan Veteran No
263, Serengan, Solo. Pesantren ini telah mencatat berbagai gejolak dan
peristiwa yang terjadi sejak didirikan pada tahun 1750. Bisa jadi
pesantren ini merupakan pesantren tertua di tanah air yang masih ada.
Pada
masa Paku Buwono IV memerintah Kraton Surakarta dia mendatangkan
beberapa ulama untuk mengajarkan Islam kepada rakyat Surakarta. Salah
satu yang didatangkan adalah Kiai Jamsari dari Banyumas. Kiai ini
tinggal sebuah kampung, sekitar tiga kilometer barat daya kraton.
Kharisma
dan pengaruh Kiai Jamsari saat itu segera dirasakan oleh banyak orang.
Kampung tempat tinggalnya kemudian diberi nama Jamsaren, yang artinya
tempat Kiai Jamsari tinggal. Demikian juga pondok sederhana yang
didirikannya, diberi nama Pondok Jamsaren.
Setelah
Kiai Jamsari wafat, perannya sebagai ulama dan pengasuh pesantren
digantikan oleh Kiai Jamsari II, anak kandungnya. Akhir hidup kiai ini
tidak jelas, karena sebagai pendukung aktif perang Diponegoro dia
beserta seluruh santrinya memilih meninggalkan pesantren untuk
menyelamatkan diri setelah Diponegoro ditangkap.
"Tidak
ada informasi mamadai kemana larinya. Namun beberapa tahun terakhir
kami mendapatkan kunjungan dari Kediri yang memberi tahu bahwa Kiai
Jamsari II lari diri ke Kediri lalu tinggal dan wafat disana. Di
Kecamatan Pesantren, Kediri ada desa bernama Jamsaren," ujar Mufti
Addin, lurah Ponpes Jamsaren.
Setelah
kosong sekitar 50 tahun dalam kondisi terbengkalai, seorang ulama dari
Klaten bernama Kiai Idris yang membangun dan mengembangkan kembali
pesantren tersebut. Di tangan Kiai Idris inilah Jamsaren mencapai
puncaknya.
Selain
mengelola Ponpes Jamsaren, Kiai Idris saat itu juga mengelola Madrasah
Mamba'ul Ulum yang didirikan Kraton Surakarta. Sejumlah tokoh pergerakan
nasional dari berbagai daerah tercatat pernah belajar di madrasah
tersebut.
Sedangkan
di Jamsaren, ribuan santri dari berbagai penjuru Asia Tenggara datang
berguru kepada Kiai Idris yang dikenal sangat 'alim dan juga menjadi
mursyid Thariqah Naqsyabandiyah tersebut.
Di
antara nama-nama besar yang pernah nyantri Kiai Idris adalah Kiai
Mansyur (pendiri Ponpes Al-Mansyur Klaten), Kiai Dimyati (pendiri Ponpes
Termas, Pacitan), Syeich Ahmad al-Hadi (tokoh Islam kenamaan di Bali),
Kiai Arwani Amin (Kudus), Kiai Abdul Hadi Zahid (pengasuh Ponpes
Langitan).
Bahkan
setelah Kiai Idris wafat pada tahun 1923, nama besar Jamsaren masih
menjadi rujukan bagi para orangtua untuk mengirim anaknya nyantri.
Banyak tokoh besar tanah air merupakan lulusan atau pernah belajar agama
secara intens di Jamsaren generasi berikutnya.
Sebut
saja misalnya Munawir Sadzali (mantan Menag), Amien Rais (mantan Ketua
MPR), KH Zarkasyi (pendiri Ponpes Gontor), KH Hasan Ubaidah (pendiri dan
pimpinan LDII) serta sejumlah nama lainnya. Jamsaren, sebuah pesantren
kuno yang telah menyemai tumbuhnya banyak tokoh di negri ini.
Tokoh
sentral yang terakhir memimpin pesantren ini adalah KH Ali Darokah.
Setelah KH Ali Darokah wafat tahun 1997, Jamsaren dipimpin oleh sebuah
dewan sesepuh. Sedangkan sebagai pelaksana keputusan, semua kegiatan
dipimpin Mufti Addin selaku lurah pondok.
Salah
satu jejak besar Jamsaren saat ini adalah Yayasan Pendidikan Al-Islam
yang didirikan tahun 1926 oleh para alumni dan pengasuh Jamsaren.
Lembaga pendidikan ini telah berkembang luas sebagai sekolah favoritdi
Jawa tengah dan Jawa Timur dari tingkat TK/RA hingga SMA/MA.
Sedangkan
santri mukim di Jamsaren saat ini sekitar 120 santri putra dengan
prioritas program tahfidul Qur'an. "Mereka santri mukim disini. Pagi
hari akan mengikuti sekolah formal di Al-Islam lalu siang hingga malam
tinggal di Jamsaren," ujar Mufti.
Untuk
mengisi kegiatan pada bulan ramadhan, kata Mufti, setiap tahun Jamsaren
selalu mengadakan pesantren kilat untuk anak-anak usia kelas 3 SD
hingga 2 SMP. Selain itu setiap bulan ramadhan juga akan digelar
pengajian akbar dengan menghadirkan mubaligh dari berbagai kota. Pilihan
Jamsaren tidak bergabung ke ormas keagamaan manapun justru memudahkan
pesantren ini menjalin hubungan dengan tokoh dan ormas manapun.